orang-orang Romawi : arti sesungguhnya dari patriotisme.
Kenneth Minogue melukisken kebenaran
dan peranan bangsa Romawi yang banyak mempengaruhi sejarah dunia umumnya, dan sejarah
Eropa khususnya. Di dalam sejrah, politik Yunani klasik didasarkan pada nalar,
sedangkan bangsa Romawi berdasarkan pada cinta kasih, yaitu cinta pada negeri,
cinta pada kota Roma itu sendiri. Sebuah ungkapan doktrinal yang sangan
terkenal : “Duice et deconum est pro
patria mori” atau “manis dan tepatlah
bila gugur untuk tanah air”. Patriotisme bangsa Romawi ini juga yang
mengilhami ucapan John F Kennedy yang terkenal yaitu : “Jangan tanya apa yang diberikan negara untukmu, tapi tanyakanlah apa
yang dapat kau berikan untuk negaramu”. Bangsa Romawi berpikir tentang kota
mereka sebagai keluarga, dan menganggap pendiri kota Roma, yaitu Romulus
sebagai nenek moyang mereka. Hal ini yang membedakan orang Yunani klasik yang
berpandangan, bahwa keluarga ditandai hanya pada tingkatan filosofis, sedangkan
kebebasan politik jauh lebih penting. Oleh karena itu, menurut pendapat Kenneth
Minogue, orang Yunani klasih adalah ahli teori yang inofatif dan brilian, sedangkan orang Romawi adalah tentara-petani
( farmer-warrios ) yang berdisiplin
dan sangat hati-hati. Idea-idea kita, sesungguhnya diwariskan dari orang-orang
Yunani, sedangkan prktek-praktek kita selalu berasal dari orang Romawi, dan
masing-masing sudah meninggalkan kesan ataupun jejak yang berbeda pada berbagai
bangsa Eropa yang modern.
Kedua bangsa ini mempengaruhi
bangsa-bangsa Eropa selanjutnya. Banyak istilah kata atau terminologi politik
berasal dari bahasa Yunani, antara lain – policy,
police, politics – demikian pula kata-kata yang berasal dari Romawi seperti
– civility, citizen, civilization.
Semua bangsa Eropa di dalam bahasa mereka memiliki kosa kata yang berasal dari
bahasa Yunani maupun Romawi, terutama di dalam kehidupan politik dan hukum.
Kedua bangsa tersebut juga menjadi arsitek bagi Terminolohi politik Amerika
Serikat. Demikian pula bangsa Jerman sangat mengagumi bangsa Yunani kasik,
sedangkan bangsa Inggris dan Perancis menyukai Romawi. Ada kemungkinan – atau
setidaknya menurut asumsi saya (Kenneth
Minogue) – pengaguman bangsa Jerman terhadap karakter berpikir orang Yunani
klasik maupun kapasitas intelektualnya ditandai dengan lahirnya filsuf-filsuf
terkenal Jerman seperti Immanuel Kant, Durkheim, Hegel, Weber, Karl Marx, H
Vont Helmholtz, F. Lange, H. Vaihinger, H. Cohen, W. Windellband, Ernst
Cassirer, Josef Pipper, Gustaf Siewerth, Gallus Manser, Karl Rahner (teolog),
Ernst Mach, Moritz Schlick, Ludwig Wittenstein, Viktor Kraft. Sedangkan bangsa
Perancis dan Britania (Inggris) lebih mendekatkan emosi dan logikanya pada
orang Romawi dan dilihat nyata bahwa filsuf-filsuf besar Perancis seperti
Montesqui, Rousseau, Voltaire, dan lain-lain atau filsuf-filsuf Britania
seperti John Locke, John Stuart Mill, Lord Acton, T.H. Green, Edward Caird,
John Caird, Francis Herbert Bradley, Bernard Bosanquet, George Moore, Bertrand
Russell, Alferd Ayer, Gilbert Ryle, John Austin, Peter Strawson, Karl Popper
Charles Dunbar Broad, memiliki karakter berpikir seperti orang Romawi. Tetapi
sebenarnya, baik bangsa Jerman maupun bangsa Perncis dan bangsa Inggris dan
bahkan filsuf-filsuf bangsa Eropo lainnya dan di luar komunitas bangsa Eropa
juga memiliki ciri-ciri filsafat dan berteori dri bangsa Yunani klasik dan
bangsa Romawi, dengan demikian tidak ada batas dan perbedaan yang prinsipal.
Kenneth Minogue juga menjelsakan bahwa
Roma adalah contoh tertinggi dari politik sebagi suatu kegiatan yang
diselenggarakan oleh orang-orang yang memegang jabatan yang secara jelas
dibatasi kekuasaannya. Bagi orang Romawi, berpikir tentang kekuasaan berarti
mereka menggunakan dua kata untuk tujuan mengakui adanya satu perbedaan penting
: potentia berarti kekuasaan fisik, sedangkan potestas menandakan kebenaran
hukum dan kekuasaan yang melekat pada suatu jabatan. Demikian juga, semua
jabatan dibagi bersama di dalam imperium, atau kuantum total kekuasaan tersedia
bagi negara Romawi. Ketenaran Romawi sebagian besar terletak pada kekuatan
moral yang jelas bagi semua yang telah bergaul dengannya. Penyuapan atas
pejabat-pejabat adalah suatu kejahtan yang dapat dijatuhi hukuman mati, dan
orang-orang Romawi berpegng teguh pada sumpah jabatan mereka.
Kenneth Minogue juga menguraikan bahwa
dasar politik orng Romawi ialah auctoritas.
Auctoritas adalah aliran moral yng mengantungkan keyakinan orang Romawi, bahwa
kebaikan atau perhatian terhadap tanah air (patria) harus didahulukan daripada
kepentingan pribadi sehingga menyelamatkan kehidupan seseorang. Moral ini
disampaikan di dalam banyak cerita-cerita terkenal dari pahlawan-pahlawan Roma.
Kebijakan yang lahir dari bangsa Romawi, seperti juga bangsa Yunani, datangnya
bukan dari sebagian kebijakan tertinggi, tetapi dari kompetisi-kompetisi yang
diakui secara bebas diantara kepentingan-kepentingan dan
argumentasi-argumentasi di dalam masyarakat. Inilah yang selanjutnya
mempengaruhi politik Barat, di mana konflik dipecahkan dengan diskusi dan
penerimaan yang bebas dari apa pun yang muncul dari prosedur konstitusional.
Kenapa saya menulis hal tersebut panjang lebar?
Karena saya tertarik dengan ringkasan bab tersebut dalam bukunya Kenneth
Minogue yg berjudul sekilas tentang politik ---- (#gubrak, alasan aneh !). ok,
saya sebenarnya belum membaca penuh buku ini, tapi saya membaca ringkasan dari
salah satu bab mengenai patriotisme dan teori-teori dari bangsa Yunani dan Romawi.
Alangkah sempurnanya jika suatu negara mempunyai teori/idea seperti filsuf dari
Yunani dan mempunyai sifat patriotis seperti bangsa Romawi. Hal seperti
bertengkar dalam sidang paripurna mungkin akan turun derastis “frekuensinya”
atau bahkan tidak ada peluang untuk "acara" pertengkaran saat sidang.
Saya suka dengan ucapan John F Kennedy yg “jangan tanya apa yang diberikan negara
untukmu, tapi tanyakanlah apa yang dapat kau berikan untuk negaramu”. Dari ucapan
ini mensuratkan bahwa kita sebagai warga negara yang merdeka harus bisa bangkit
dengan kaki kita sendiri untuk berkarya dan memberi sesuatu untuk negeri
tercinta Indonesia ini, bukan kita malah menuntut semakin besar anggaran
subsidi untuk kita, tapi kita yang harus membuktikan bahwa dengan kemampuan
kita, dengan keyakinan, dengan semangat dan dengan perjuangan kita untuk
membuktikan kepada bangsa lain bahwa bangsa Indonesia tidk bisa dianggap remeh
atau dipandang sebelah mata.
Walaupun dalam dunia ini banyak paham seperti
komunis, sosialis, demokrasi, pancasila maupun demokrasi pancasila, tetapi saya
yakin bahwa setiap aktifitas penyuapan atas pejabat-pejabat adalah sebuah
kejahatan yang sangat besar dan hal tersebut tidak pernah diajarkan oleh
filsuf-filsuf besar kita, saya binggung kita belajar tentang apa yang terbaik
untuk kehidupan kita dari para filsuf-filsuf besar dunia ini, dari kompetisi-kompetisi
yang diakui secara bebas di antara kepentingan-kepentingan dan
argumentasi-argumentasi msyarakat, hal ini bisa disebut demokrasi karena
melibatkan masyarakat dan khalayak umum, dan saya yakin bahwa kegitan penyuapan
atas pejbat-pejabat itu adalah sebuah dosa dan kejahatan yang besar, hal ini yg
membuat saya binggung, kenapa di dunia ini muncul sebuah istilah “korupsi dan
rangkaiannya” padahal filsuf-filsuf besar di dunia ini tidak pernah mengajarkan
tntang bagaimana korupsi dan rangakaiannya itu dijalankan, dan hal ini tidak
dianut oleh paham komunis, sosialis, demokrasi, pancasila maupun demokrasi
pancasila, apa mungkin ada paham baru yang tidak aku ketahui yang mengajarkan
mengenai korupsi dan rangkaiannya??
Komentar
Posting Komentar